Beberapa hari ini banyak postingan yang lewat di beranda facebook saya tentang plastik berbayar. Banyak yang pro dan kontra. Terserah deh, emang saya bisa apa? Hahaha

Sekedar ikutan peduli nih, memang beberapa waktu terakhir ini banyak banget kegelisahan yang muncul di masyarakat sekaligus berkurangnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan. Sampah bertebaran dimana-mana. Di sekitar rumah bahkan di tempat pariwisata semisal pantai dan taman hiburan. Hilangnya kepedulian dan rasa malu semakin memperparah keadaan ini. Setiap melihat berita selalu saja ada berita tentang penumpukan sampah dimana-mana. Bahkan hampir semua sungai yang ada di Jakarta tercemar sampah. Gak di Jakarta aja sih, lihatlah beberapa daerah yang juga makin menumpuk sampahnya. 




Di Riau ini misalnya, hampir semua lokasinya di lewati aliran sungai. Ada Sungai Rokan, Sungai Siak, sungai Kampar dan sungai lainnya membentang melewati hampir semua wilayah geografis Riau. Saat semua sorot mata tertuju ke berbagai sungai di Jakarta yang menjadi tempat pembuangan sampah akhir, kita tidak menyadari bahwa di lokasi dekat tempat tinggal kita juga terjadi hal yang sama.

Sebenarnya sudah banyak program yang di canangkan pemerintah untuk mengurangi keberadaan sampah di masyarakat. Beberapa Perda pun bermunculan untuk mengatur pengelolaan sampah tapi sepertinya itu tidak terlalu berimbas. Sebenarnya siapa yang salah? Pemerintah yang kurang tegas atau masyarakatnya yang tak peduli? Sudahlah, daripada main salah-salahan mending kita sadar diri aja. Sudahkah kita membuang mantan pada tempatnya? Eh salah, sudahkah kita membuang sampah pada tempatnya?

Berikut beberapa tips untuk mengurangi sampah :

1.      Bank Sampah
Ini merupakan wadah kreatif yang di ciptakan beberapa orang yang peduli terhadap bertebarannya sampah di Indonesia. Bank sampah menampung sampah yang telah di pilah-pilih untuk di setorkan ke pengepul kerajinan tangan. Selain sebagai solusi untuk mengurangi sampah, Bank Sampah juga bisa menambah pundi-pundi uang masuk untuk para Ibu Rumah Tangga. Tapi ini bukan berarti mengajarkan agar para ibu lebih konsumtif membeli bahan yang mengandung plastik untuk kemudian menjualnya kembali dan mengambil keuntungannya ya. Ini salah satu solusi agar para Ibu tidak membuang sampah plastik yang akhirnya hanya akan menambah tumpukan sampah.

2.      Membuat Kerajinan Tangan
Jika di daerah tempat tinggal anda tidak terdapat Bank Sampah yang bisa menampung sampah rumah tangga anda, anda bisa mengelola sendiri atau dengan kelompok. Ada banyak tutorial di situs Youtube. Silahkan anda memilih salah satunya dan bersiaplah menjadi pahlawan untuk keluarga dan lingkungan anda.


3.      Membawa Tas Serbaguna
Plastik (kresek) merupakan sampah yang paling banyak beredar di masyarakat. Masyarakat kita senang menggunakan plastik untuk membawa belanjaan mereka baik di pasar tradisional maupun pasar modern semisal supermarket atau minimarket. Bayangkan saja, untuk berbelanja tiga jenis sayuran saja pedagang member kita tiga plastik yang berbeda kemudian di tambah plastik yang lebih besar untuk membawa tiga sayuran tadi menjadi satu. Itu artinya sudah empat kantong kresek yang kita gunakan untuk satu took sayuran. Kemudian kita akan mampir membeli ikan da ayam, maka bertambah pula plastik yang kita dapat. Itu konsumsi untuk sekali ke pasar. Jika kita pergi ke pasar sekali seminggu, sebulan empat kali, setahun empat puluh delapan kali. Berarti kira-kira begini 5 buah kantong plastik di kali 48 kali ke pasar = 248 plastik yang kita bawa pulang ke rumah. Itu baru satu rumah tangga, jika ada sekitar 64.000 rumah tangga bayangkan apa yang akan terjadi pada Indonesia beberapa tahun kemudian.
Menyikapi tentang plastik berbayar, itu sebenarnya cara pemerintah untuk mengurangi pemakaian plastik dalam kegiatan sehari-hari. Kita tidak bisa mencemooh pemerintah ini-itu karena saya yakin sebelum mereka mengeluarkan kebijakan, mereka sudah melakukan berbagai studi kasus di lapangan. ambil sisi positifnya aja, gaes. 
Untuk mengurangi penggunaan kantong kresek hendaknya kita membawa tas serbaguna ketika hendak berbelanja. Sekarang banyak produsen tas serbaguna yang eye-cathcing. Salah satunya produksi @gerai_kimoi. Dengan desain yang simple bisa di bawa berbelanja kemana saja. Ke mall oke, ke pasar juga bisa. Kita bisa mengurangi penggunaan plastik kresek kalo pake tas ini. Bisa di cuci dan di pake lagi. 



            Akhirnya, masalah sampah ini tidak akan selesai jika kita hanya mendebatkan caranya tapi tidak berbuat untuk mengurangi pemakaiannya. Jadilah orang yang bijak agar keseimbangan alam tidak terganggu. Salam manis dari blogger manis ^,^




Sumber Tulisan         : https://id.wikipedia.org/wiki/Bank_sampah
                                     http://bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/851

                            https://www.instagram.com/gerai_kimoi/
                            Berbagai sumber lainnya

                       


Masih bulan Februari tapi para siswa tingkat akhir sudah sibuk melakukan pembekalan Ujian Nasional. Tak luput keponakan dan sepupu saya. Melihat wajah lelah mereka sepulang sekolah rasanya tak tega. Mereka lebih lelah dari orang kantoran yang seharian berkutat dengan pekerjaan. Bukan bermaksud meng-hiperbola-kan tapi ini sungguh terjadi. Keceriaan seakan terenggut dari mereka ketika di ingatkan sudah sejauh mana persiapan ujiannya. Seketika mimik muka mereka berubah serius dan penuh rasa takut. Saya paham akan fenomena ini karena saya juga pernah melalui fase seperti itu. Tentu saja berbeda porsi nya dalam setiap jenjang pendidikan.
1.      Ujian Akhir Tingkat Madrasah
Saat Ujian Akhir tingkat Madrasah (kebetulan saya sekolah di Madrasah) rasa takut itu belum terlalu kentara. Saat itu saya belum terlalu takut akan ujian nasional, saya malah lebih takut karena di ledekin Kepala Sekolah bahwa saya tidak bisa masuk SMP karena badan saya terlalu kecil. Hampir setiap hari sepulang les tambahan saya mampir kerumah bidan untuk mengukur tinggi badan, memastikan bahwa saya layak masuk SMP dengan tinggi badan tak lebih dari satu meter.

2.      Ujian Akhir Tingkat Sekolah Menengah Pertama
Setelah lulus dari Madrasah saya memutuskan masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP). Alasannya karena sekolah SMP itu lebih dekat dengan tempat tinggal saya. Masa SMP itu masa paling absurd sepanjang hidup saya. Masa Pubertas, begitu orang-orang menyebutnya. Saat SMP saya melakukan kenakalan-kenakalan remaja yang luar biasa tapi saya tidak menyesalinya (Haha). Saya mengingat dengan baik dan mengenangnya. Dua tahun setengah telah berlalu, tibalah saatnya kami harus melakukan les tambahan untuk persiapan Ujian Nasional. Sebagai siswa badung, saya tidak takut. Sama sekali, toh ‘semuanya akan lulus’ batinku.
Saat itu terjadi beberapa perubahan di sistem UN. Diantaranya kenaikan Nilai Standar Kelulusan dan Ujian ulang jika tidak lulus. Untuk kebijakan yang pertama cukup membuat saya menelan ludah pahit. Bagaimana tidak, sebagai siswa badung saya tak pernah mendapat rangking walau hanya masuk sepuluh besar di kelas. Padahal saat masih Madrasah saya sempat membawa nama baik Madrasah sebagai juara umum tingkat Kabupaten. Entah kemampuan otak saya yang menurun atau tingkat kenakalan saya yang semakin meningkat tapi sepertinya kedua hal itu cukup berpengaruh ke nilai akademis saya semasa SMP. Kebijakan kedua membuat saya tersenyum lega, paling tidak ada kesempatan kedua jika saya gagal di Ujian Nasional walau itu juga mengerikan membayangkan raut wajah orang tua saya yang mengetahui anaknya ini tidak lulus Ujian Nasional.
Mulai saat itu, hantu bernama Ujian Nasional itu mulai menghantui setiap malam. Membuat saya berubah drastis, dari badung menjadi anak manis yang rajin belajar. Saat Ujian Nasional berlangsung saya tak henti-hentinya berkeringat. Pengawas Ujian mengingatkan agar lembar jawaban tidak basah, robek atau terlipat karena jika itu terjadi maka lembar ujian tidak bisa di scanner. Itu tahun pertama penggunaan lembar jawaban computer, ribet dan bikin deg-degannya bertambah satu tingkat. Rasanya konyol kalo harus gagal ujian hanya karena lembar jawaban ujiannya basah atau kotor karena keringat sementara kita sudah melakukan usaha se-maksimal mungkin untuk menjawab soal-soal yang di berikan.
Di antara empat mata pelajaran yang di ujikan (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan Ilmu Pengatahuan Alam), matematika yang sangat menguras pikiran. Pengumuman hasil UN menjadi drama yang sangat memilukan di antara para siswa, termasuk saya. Saya tak berbicara seharian itu. Tak ada yang ingin saya bicarakan, saya terlalu takut membayangkan hasil UN yang sudah saya kerjakan. Dan akhirnya perjuangan itu berbuah manis, saya lulus dengan peringkat ke 8. Kejutan? Tentu saja. Kemana nilai saya selama ini? Entahlah. Wallahu ‘alam bisawab.

3.      Ujian Nasional tingkat Sekolah Menengah Atas
Setelah drama Ujian Akhir Nasional di Sekolah Menengah Pertama usai, berlanjut ke session berikutnya. Saya harus menjalani satu kali lagi drama Ujian Nasional. Kali ini tendensinya lebih besar. Ketakutan lain selain lulus Ujian Nasional adalah ‘kemana setelah ini?’ Ujian Nasional aja udah bikin kepala puyeng tujuh keliling di tambah lagi harus mikir Universitas mana yang bakal di tuju. Saat itu Ujian Nasional mulai menggunakan paket soal. Walau hanya dua paket yang di berikan (A dan B) itu cukup membuat kami kelabakan. Belum lagi standar kelulusan yang di naikan lagi. Duuh … benar-benar membuat selera makan hilang. Sekarang kabarnya akan di tambah delapan paket lagi jadi sepuluh paket. Fiiuuhhh … Untung saya sudah tamat.


            Saat ini saya sedang membayangkan betapa gusarnya para siswa tingkat akhir. Tapi percayalah, Dek. Badai ini akan berlalu. Seperti mentari yang terbit lagi di kala pagi. Ini hanya malam yang gelap tanpa bintang tapi tenang sekarang kan banyak yang jualan lampu LED (hehe). So, tetap tenang dan fokus. Salam semangat dari Kakak manis ^,^
                                                                        

        
Diberdayakan oleh Blogger.